Pada masa awalnya wilayah ini dikenal dengan nama Banua/Wanua. Baru setelah perang kemerdekaan berubah nama menjadi Malimpung yang disepakati oleh Pemangku Adat Banua yang disahkan oleh Pemerintah.
Kata Malimpung diambil dari bahasa Bugis yakni kata “Malimpu” yang secara Terminologi berarti “Terkurung” sesuai fakta sejarah bahwa wilayah ini sulit dijangkau oleh pihak luar begitu pun sebaliknya Malimpung merupakan salah satu distrik di bawah kekuasaan Kerajaan Sawitto yang berada jauh di ujung utara pusat kekuasaan kerajaan. Namun pada versi yang lain menyebutkan bahwa kata Malimpung diambil dari bahasa suku asli Malimpung/Sulili/Banua sendiri yakni “Mallempong” yang berarti “berlumpur” yang menggambarkan karakteristik masyarakatnya. Menggambarkan bahwa betapa ulet dan tekunya masyarakat atau “Tau” Malimpung di dalam menjalani kegiatan sehari-hari mereka pada masa itu di mana hampir keseluruhan mereka adalah petani persawahan. Ada juga yang mengatakan bahwa dikarenakan akses menuju ke wilayah ini pada masa dulu harus melewati jalan-jalan yang berlumpur.
Distrik Malimpung dipimpin oleh seorang “Arung” (Bangsawan satu tingkat di bawah Datu) yang dipilih/ditunjuk oleh “Datu” atau Raja Sawitto. Distrik Malimpung pada awalnya mempunyai wilayah kekuasaan meliputi wilayah Banua itu sendiri sebagai Pusat Pemerintah dengan Wilayah Patallimpo serta Wilayah Banga/Padang.
Dengan letak Geografis dan keadaan penduduk, Desa Malimpung masih tergolong Desa Tertinggal, walaupun demikian dari Desa ini banyak lahir Putra Putri Bangsa yang menjadi Tokoh Nasional.